Berita

Mengupas Konflik Israel-Hizbullah: Akar Masalah hingga Potensi Eskalasi

Asap dan api membubung menyusul serangan perbatasan dari Lebanon, di tengah permusuhan lintas batas yang sedang berlangsung antara Hizbullah dan pasukan Israel, menutup perbatasan Israel dengan Lebanon, dilihat dari sisi Israel, Senin (3/6/2024). Foto: REUTERS/Ayal Margolin ISRAEL OUT

Ketegangan antara Israel dan Hizbullah Lebanon mencapai titik kritis usai lebih dari delapan bulan pertempuran intensif yang dipicu perang Gaza. Permusuhan meningkat dengan kedua pihak menunjukkan kesiapan untuk konfrontasi yang lebih besar.

Sebelumnya, Israel menyatakan kesiapannya menyerang Lebanon, Selasa (4/6). Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga telah mempersiapkan operasi yang sangat intensif di perbatasan Lebanon.

Dikutip dari Reuters, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat telah berupaya mencari solusi diplomatik untuk menghindari perang besar-besaran.

Namun, mereka juga menegaskan bahwa Israel memiliki hak untuk membela diri dari Hizbullah. Tekanan politik di Israel pun semakin meningkat untuk mengambil tindakan lebih keras terhadap kelompok sekutu Iran itu.

Apa yang melatarbelakangi konflik Israel dan Hizbullah? Bagaimana dampak perselisihan tersebut?

Asap dan api menutupi area tersebut setelah serangan roket dari Lebanon, di tengah permusuhan lintas batas yang sedang berlangsung antara Hizbullah dan pasukan Israel, dekat Kiryat Shmona, Israel, dekat perbatasannya dengan Lebanon, Senin (3/6/2024). Foto: REUTERS/Ayal Margolin ISRAEL OUT

Penyebab Konflik

Sejak 8 Oktober, Hizbullah telah melancarkan serangan ke Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina. Serangan ini memicu balasan besar dari Israel, dengan hampir 4.000 serangan di sepanjang perbatasan. Hampir setiap hari tentara Israel baku tembak dengan pejuang Hizbullah di perbatasan.

Hizbullah dibentuk pada 1982 untuk melawan invasi dan pendudukan Israel di Lebanon selatan. Hizbullah didirikan oleh Garda Revolusi Iran untuk melawan pasukan Israel di Lebanon. Mereka memiliki ideologi anti-Israel dan menganggap Israel sebagai negara yang tidak sah.

Pada 2006, kelompok ini terlibat dalam perang selama 34 hari dengan Israel. Konflik tersebut dianggap sebagai kegagalan strategis dan militer bagi Israel.

Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menyatakan bahwa meskipun kelompoknya tidak menginginkan perang habis-habisan, mereka siap untuk terlibat jika diperlukan.

Asap mengepul dari bangunan yang rusak usai serangan drone Israel, di Beirut Dahiyeh, Lebanon, Selasa (2/1/2024). Foto: Mohamed Azakir/Reuters

Dampak Konflik

Konflik ini telah menyebabkan dampak yang signifikan bagi kedua belah pihak.

Menurut Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata (ACLED), Israel, Hizbullah, dan kelompok bersenjata lainnya di Lebanon telah melakukan setidaknya 4.733 serangan melintasi perbatasan dari 7 Oktober 2023 hingga 15 Maret 2024.

Dikutip dari Al Jazeera, Israel bertanggung jawab atas sekitar 83 persen serangan tersebut, dengan total 3.952 insiden.

Sekitar 65 persen dari serangan ini berupa serangan artileri atau rudal, 25 persen serangan udara atau drone, dan 10 persen sisanya berupa bentrokan bersenjata, perusakan properti, bahan peledak jarak jauh, atau bom rakitan (IED).

Pertempuran ini telah menyebabkan pengungsian besar-besaran di Lebanon. Lebih dari 90 ribu orang telah mengungsi akibat pertempuran di Lebanon selatan. Mayoritas warga berasal dari wilayah Bint Jbeil, Marjayoun, dan Tirus.

Israel juga melakukan serangan lain, termasuk membunuh seorang komandan senior Hamas di Beirut. Serangan Israel telah menewaskan sekitar 300 pejuang Hizbullah dan 80 warga sipil di Lebanon.

Sementara itu, serangan dari Lebanon menewaskan 18 tentara Israel dan 10 warga sipil.

Di sisi Israel, penduduk 28 kota dan desa diperintahkan untuk mengungsi, dan lebih dari 53.000 warga Israel telah dievakuasi sejak konflik dimulai pada Oktober.

Tentara Israel berdiri di dekat kendaraan artileri self-propelled tentara di pinggiran Kiryat Shmona dekat perbatasan Israel dengan Lebanon, Kamis (6/7/2023). Foto: Jalaa Marey/AFP

Kondisi Lebanon Saat Ini

Lebanon saat ini berada dalam situasi genting. Konflik yang berkepanjangan dengan Israel telah memperburuk kondisi sosial dan ekonomi di negara tersebut.

Ribuan warga Lebanon terpaksa mengungsi, dan infrastruktur di wilayah selatan negara itu rusak parah akibat serangan udara.

Dikutip dari Al Jazeera, serangan Israel telah menghancurkan sekitar 700 unit rumah dan merusak lebih dari 10.000 rumah lainnya. Selain itu, puluhan kendaraan serta infrastruktur air, listrik, dan komunikasi juga hancur.

Selain itu, keterlibatan Hizbullah dalam konflik ini juga menambah beban politik dan keamanan di Lebanon, mengingat kelompok ini memiliki pengaruh yang kuat dalam pemerintahan dan militer negara tersebut.

Asap mengepul setelah penembakan Israel di desa Dhayra, dekat perbatasan dengan Israel, di Lebanon selatan, Rabu (11/10/2023). Foto: Mohamed Azakir/REUTERS

Kemungkinan Eskalasi

Meskipun permusuhan saat ini dianggap terkendali, kemungkinan eskalasi tetap tinggi. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan kesiapan untuk mengambil tindakan tegas di wilayah utara.

Netanyahu mengatakan bahwa Israel siap mengambil tindakan tegas di wilayah utara, Rabu (5/6). Pada Desember 2023, dia memperingatkan bahwa Beirut akan diubah “menjadi Gaza” jika Hizbullah memulai perang habis-habisan.

Di sisi lain, Hizbullah juga menunjukkan kesiapan untuk melawan jika diperlukan. Sejarah konflik sebelumnya, seperti perang pada 2006 yang menghancurkan sebagian besar wilayah Beirut dan menyebabkan eksodus besar-besaran, menunjukkan potensi kehancuran yang lebih besar jika konflik ini berlanjut.

Wakil pemimpin Hizbullah, Sheikh Naim Qassem, memberi isyarat bahwa kelompok tersebut tidak berusaha memperluas konflik, Selasa (4/6). Namun, dia menegaskan, Hizbullah siap untuk melawan perang apa pun yang dikenakan terhadap mereka.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Qassem mengatakan Hizbullah baru menggunakan sebagian kecil dari kemampuannya.

“Setiap langkah Israel untuk memperluas konflik akan ditanggapi dengan kehancuran, kehancuran, dan pengungsian di Israel,” ungkapnya.

Patroli Kontingen Garuda Indobatt XXIII-N/Unifil di perbatasan Israel dengan Lebanon. Foto: Puspen TNI

Upaya Deeskalasi

Upaya deeskalasi sedang dilakukan oleh pihak-pihak internasional, termasuk Washington dan Paris. Kedua negara ini berusaha mencari solusi diplomatik untuk meredakan ketegangan.

Namun, Hizbullah menyatakan bahwa tidak akan ada diskusi lebih lanjut sampai Israel menghentikan serangan ke Gaza. Situasi tersebut menempatkan mediator dalam posisi yang sulit, karena harus menemukan cara untuk menghentikan permusuhan tanpa mengorbankan keamanan dan kepentingan masing-masing pihak.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button