Mengejawantahkan Spirit Ekonomi Syariah di Aceh
Oleh: Dr. Munawar A. Djalil, MA
Fenomena sosial kultur yang mengemuka sepanjang lebih tiga dekade, kemudian mendapat penguatan baru dimana telah terbuka lebih luas pintu masuk bagi umat Islam untuk mengejawantahkan diri kembali lewat perjuangan politik, betapa prinsip-prinsip demokrasi telah memberi jalan bagi tuntutan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.
Adalah Undang-undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) terlahir dari perjuangan politik tersebut telah mengamanahkan pelaksanaan Syariat Islam Kaffah di Aceh. Dalam konteks penerapan Syariat Islam Aceh kaffah, Salah satu aspek terpenting yang di atur dalam UUPA adalah berhubungan dengan ekonomi. Tidak kurang dari 19 pasal dalam UUPA (pasal 154-173) mengatur tentang perekonomian.
Berdasarkan UUPA bahwa perekonomian di Aceh diarahkan untuk meningkatkan produktifitas dan daya saing demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan. Secara tersirat dan tersurat amanah UUPA ini seakan memberikan petunjuk bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh mesti berdasarkan nilai-nilai Islam.
Spirit UUPA ini kemudian secara teknis Pemerintah Aceh menetapkan beberapa Qanun, antaranya; Qanun Aceh nomor 8 tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syariat Islam. Dalam pasal 21 Qanun tersebut menyebutkan bahwa: lembaga keuangan yang akan beroperasi di Aceh harus berdasarkan prinsip Syariah; lembaga keuangan konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha Syariah.
Selanjutnya Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Bank Aceh Syariah dan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang telah diundangkan pada 1 Januari 2019. Qanun terakhir ini mulai berlaku paling lama 3 tahun sejak Qanun ini diundangkan”. Artinya selambat-lambatnya Januari 2022 seluruh Lembaga Keuangan di Aceh harus berprinsip Syariah.
Hakikatnya, penetapan Qanun-qanun dimaksud dalam rangka mewujudkan ekonomi Aceh bersyariah sebagaimana tertuang dalam UUPA, sehingga Aceh dalam derap pembangunannya harus dapat membangkitkan aktifitas ekonomi masyarakat yang sesuai dengan prinsip Islam. Karena sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah harus di maknai dengan implementasi ajaran Islam dalam semua dimensi aktifitas masyarakat termasuk dalam praktek ekonomi dan bisnis.
Spirit inilah yang harus terus ditanamkan dalam jiwa masyarakat Aceh, agar masyarakat Aceh mendapatkan keberkahan hidup. Dalam Islam salah satu indikator kebahagiaan bukan dilihat dari sisi banyak harta atau penghasilan melainkan dari keberkahan harta atau penghasilan itu. Wujud dari keberkahan itu meskipun jumlahnya relatif sedikit namum harta atau penghasilan itu didapati dari sumber dan jalan serta proses yang halal, artinya harta atau penghasilan yang diperoleh tidak melalui cara-cara yang zhalim termasuk dengan cara memakan riba.
Sepintas penulis melihat spirit ini terus menggelinding seiring semakin banyak masyarakat Aceh meminta kepada Pemerintah agar Syariat Islam di laksanakan secara kaffah termasuk penguatan terhadap implementasi Qanun LKS. Spirit implementasi Syariat nampak juga semakin kuat dimana Lembaga-lembaga Keuangan di Aceh telah bersiap untuk penerapan Qanun LKS yaitu melakukan konversi dari konvensional menjadi syariah.
Menurut catatan tim evaluasi Pemerintah Aceh, jumlah Lembaga Keuangan yang belum memproses usulan konversi lembaganya ke sistem Syariah; 4 Bank Umum, 4 BPR, 25 Asuransi, 18 Perusahaan Pembiayaan dan 3.382 Koperasi simpan pinjam di seluruh Aceh Tercatat pula Lembaga Keuangan yang sudah melakukan konversi, untuk Koperasi 155 unit, Asuransi 3 unit, Bank Umum 2 unit, Perusahaan Pembiayaan 2 unit. Sementara yang sedang berproses, Bank Umum 7 unit, BPR 1 unit, Asuransi 4 unit, Perusahaan Pembiayaan 6 unit, Perusahaan Penjaminan 1 unit, BPJS 2 unit, Dana Pensiun 1 unit dan Ventura 1 unit.Tim Pemerintah Aceh akan terus melakukan koordinasi dan evaluasi agar Lembaga Keuangan di Aceh dapat segera menyesuaikan sistemnya berdasarkan Qanun LKS (Serambi Indonesia, 7 Januari 2021).
Spirit ini harus terus didorong agar pembangunan ekonomi Aceh benar-benar jelas arah dan tujuannya. Meskipun terkadang semangat itu sedikit mengendur lantaran perbedaan pemikiran dikalangan umat Islam Aceh sendiri. Hakikatnya dari awal pemberlakuan Syariat Islam di Aceh berlaku memang tidak pernah sepi dari perbedaan pemikiran. Dalam menyikapi perbedaan ini diperlukan banyak usaha untuk memberikan pemahaman menyeluruh terkait Syariat Islam.
Salah satu sisi yang menariknya adalah bahwa perbedaan itu lebih banyak terjadi di kalangan umat Islam sendiri, walaupun beberapa aspek penerapan Syariat Islam juga menjadi sorotan pihak-pihak lain di luar Islam. Perbedaan semacam itu, tentulah harus disikapi dengan arif dan bijaksana, objektif dan proporsional, dengan berbasis pada etika ilmiah dan politik yang kuat. Kontroversi semacam itu haruslah dipandang sebagai sebuah kewajaran, dan kewajaran semacam ini harus dipertahankan dengan semangat keterbukaan dan rasionalitas yang tinggi.
Sebut saja misalnya perbedaan terkait pelaksanaan Qanun LKS. Perbedaan ini sempat menguras energy pemikiran para pakar ekonomi. Namun terlepas dari semua itu yang terpenting saat ini adalah Pemerintah Aceh bersama mitra-mitra yang ada harus berupaya mencari mekanisme terkait implementasi Qanun LKS di Aceh disamping harus lebih proaktif membantu Bank Syariah di Aceh untuk melakukan berbagai pendekatan baik politik maupun persuasif dengan Lembaga-lembaga Negara, Kementerian BUMN dan perusahaan-perusahaan besar di tingkat Pusat. Pendekatan ini memungkinkan lembaga-lembaga tersebut dapat membuka diri termasuk ruang kerja sama sehingga kemudian seluruh transaksi mereka di Aceh tetap berjalan dengan baik dengan sistem Syariah. Apalagi secara nasional pada 1 Februari 2021 PT Bank Syariah Indonesia (BSI) telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo artinya semua pihak mesti berkontribusi dalam pengembangan ekonomi Syariah yang dapat mensejahterakan rakyat
Karenanya mengejawantahkan spirit Syariat di Aceh mesti diwujudkan dalam bentuk political will Pemerintah secara jujur dan kuat, selain pada usaha-usaha yang sistematis dan berkesinambungan untuk merealisasikan tuntutan rakyat Aceh melalui berbagai proses sosial politik yang ada. Malah penulis yakin saat ini Pemerintah Aceh memiliki siprit dan semangat kuat untuk mensuskeskan program ekonomi Syariah, hal ini terlihat di baliho Pemerintah Aceh yang tersebar di ruas jalan terutama di sekitar Banda Aceh dan Aceh besar yaitu ajakan Gubernur Aceh untuk mengkonversikan lembaga keuangan ke sistem syariah.
Disamping itu, spirit Syariat harus dibangun dengan memenangkan wacana publik yaitu mengkomunikasikan Islam kepada masyarakat secara lebih baik melalui tarbiyah (pendidikan), menjelaskan Islam apa adanya sebagaimana yang diturunkan Allah SWT bahwa Islam adalah sebuah agama dengan kerangka sistemnya yang lengkap, komprehensif, moderat, penuh keseimbangan dan rahmat bagi sekalian alam. Allahu Alam
Penulis : Dr. Munawar A. Djalil, MA
Pegiat Dakwah dan PNS Pemerintah Aceh, Tinggal di Jalan Turi Utama Blang Beringin, Cot Masjid, Banda Aceh
The post Mengejawantahkan Spirit Ekonomi Syariah di Aceh appeared first on BIRO HUMAS DAN PROTOKOL PEMERINTAH ACEH.